Tangan yang Membelai

 

Penyuka beladiri dan musik. Dalam dirinya banyak menyimpan misteri lalu menciptakannya dalam bentuk puisi, agar dapat mengajak pembaca ikut serta dalam petualangannya.

 

Detik jam berbunyi begitu keras. Ditambah dengan rasa cemasnya membuat keringat dingin mencucur dari dahi dan punggungnya. Dinginya udara yang disebarkan oleh AC yang berada di dekatnya tetap tak mampu meredakan keringatnya. Saat detik jam tertuju pada 08.00 seluruh dunia serasa berhenti baginya. Ya, dialah Ara, seorang yang baru lulus kuliah yang sedang melamar pekerjaan di sebuah perusahaan ternama di Indonesia. Langkah kakinya terhenti setelah dia berada tepat di ambang pintu sang manajer. Sambil menarik napas dalam-dalam, dia mengetuk pintu.

“Assalamualikum.”

“Waalaikumsalam. Ada apakah kau ke sini?”

“Saya mau melamar pekerjaan. Ini adalah ijazah saya dan beserta surat lamarannya.”

Ia pun menyerahkan kertas yang berisi ijazah dan yang lainnya. Sang manajer melihat lembaran tersebut. Dia melihat nilai akademiknya sangat bagus. Terus ia menatap Ara, dan bertanya.

“Apakah alasan kau ingin bekerja di sini?”

“Aku ingin membahagiakan ibuku.”

“Apakah kau pernah melihat tangan ibumu selama ini?”

“Tidak.”

“Kalau kau sudah mengerti dengan ucapan saya barusan kau boleh datang lagi ke sini.”

Ara pun segera pulang. Di dalam perjalanan ia mengingat memori tentang ia dan ibunya selama ini. Setelah sampai di rumah, ia pun menemui ibunya .

“Ara, kamu sudah pulang, Nak?”

“Sudah, Bu.”

“Bagaimana lamarannya, diterima?”

“Itu….”

“Kalau tidak diterima, tidak apa-apa.”

“Ibu boleh Ara liat tangan ibu?”

“Buat apa. Mau meramal ibu, memang kamu bisa?”

“He.”

Ara pun menarik tangan ibunya. Dilihat, disentuh, dan dirabanya tangan ibunya. Ia kaget. Ia menemukan beberapa luka di tangan ibunya. Air matanya menetes sedikit. Ia kemudian bertanya kepada ibunya.

“Ini kenapa ibu? kok tangan kanannya luka?”

“Dulu sewaktu membersihkan paku di jalantidak ibu lihat kalau ada paku yang tajam di sana. Jadinya ibu kena paku itu.”

“Kalau yang di tangan kirinya ibu ini kok luka?”

“Dulu sewaktu membersihkan sampah ibu tidak liat kalau ada kayu. Ibu gak sadar karena pada saat itu ibu terlalu senang karena kamu memberi tahu ibu kalau kamu lulus S2 dengan nilai tertinggi.”

Tanpa disadari air mata Ara tambah menetes seketika. Awan gelap di luar turut berduka atas tangisan Ara. Sehingga menyebabkan titik air turun ke bumi. Angin malam ikut menambah suasana haru di rumah itu.

Keesokan harinya, Ara kembali ke perusahaan tersebut. Dipencetnnya tombol lift yang menuju ke tempat di mana sang direktur berada. Dirapikannya kembali kemejanya. Tatapannya tajam seperti siap menanggung segala rintangan yang akan dihadapinya. Ketika pintu lift terbuka, ia terkejut. Karena sang direktur tepat berada di depannya.

“Selamat pagi, Ara.”

“Selamat pagi, Pak.”

“Apakah kamu sudah menemukan jawaban dari pertanyaan kemarin?”

“Sudah, Pak. Saya tahu bahwa tangan ibu saya tidak hanya membesarkan saya. Tapi, tangannya jugalah yang menjaga saya dari berbagai hal yang bisa menyakiti saya. Oleh karena itu , apabila tangan saya dan tangan ibu bersatu, apapun dapat saya capai.”

“Selamat, Ara. Kamu sudah mengerti apa yang saya maksudkan sekarang, selamat datang di Keluarga Besar Perusahaan kami.”

“Anda saya terima sebagai pegawai baru di perusahaan ini.”

“Terima kasih, Pak.”

Ara pun kemudian menelpon ibunya. Di rumahnya, ibu Ara sedang duduk di samping telepon untuk menunggu kabar dari anaknya. Dering telepon berbunyi, ia mengangkat teleponnya .

“Hallo, Ara. Bagaimana lamarannya?”

“Alhamdulillah, Bu. Saya diterima bekerja. Mulai sekarang ibu dak usah bekerja lagi. Saya sekarang yang gentian menjaga merawat ibu.”

Berbinarlah mata sang ibu. Tak sengaja air matanya tumpah begitu saja.

 

Muhammad Rohim

Kraksaan, 16 Oktober 2019

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.
You need to agree with the terms to proceed

Menu