Saat Pikiran Kembali ke Jalannya

 

“Anak Ayah terkena penyakit jantung,” diagnosa dokter setelah saya ambruk beberapa hari sebelumnya dan melewati berbagai tes kesehatan, tahun 2015 lalu.

Saya pun hanya bisa terpaku di samping Ayah kala itu. Berbagai pikiran saya berkecamuk menjadi satu. Tak menyangka bahwa mulai saat itu saya hanya bisa tidur di atas pembaringan dalam beberapa waktu. Sedih, marah, dan rasa tak terima bercampur menjadi satu. Kok bisa? Mengapa harus jantung?

Hari-hari saya selanjutnya hanya ditemani oleh napas pendek terengah-engah.Hari pertama saya meminum obat dari dokter. Bukannya makin sembuh, malah kondisi kesehatan saya makin hari kian memburuk. Hanya pusing, sakit, dan sering tidur yang saya dapatkan. Menyapu sedikit saja jadi saya langsung sakit. Akhirnnya seluruh kegiatan yang berhubungan fisik saya hentikan. Organisasi yang saya emban harus dialihkan kepada orang lain. Melihat semua terjadi, saya sangat bersedih. Lambat laun saya pun tertinggal oleh teman-teman saya.  Mendengar si fulan sudah diterima di perusahaan bonafit, ketika si fulanah sudah menyelesaikan kuliahnya di negeri lain, dan masih banyak lagi teman-temanku yang lain yang sudah sukses dalam hidupnya. Aku pun hanya bisa meratapi nasibku.

Hingga pada ketika aku sadar. Ketika aku melihat acara di TV, ternyata masih banyak orang yang lebih parah sakitnya daripada saya. Masih banyak orang-orang di luar sana yang punya penyakit lebih parah daripada yang saya derita. Ternyata inilah jalan yang ditujukan oleh Tuhan kepada saya. Agar saya selalu ingat kepada-Nya, dan tidak pernah lupa akan kebesaran dan kekuasaan-Nya. I’m sure this is the best way.

Setelah saat itu saya mulai belajar ikhlas dan sabar. Gejolak hati kian lama kian luntur. Tak terpikir lagi untuk menentang-Nya. Deraian air mata saya simpan dalam-dalam. Tak ingin saya habiskan air mata ini hanya untuk kesedihan belaka. Harus saya syukuri bahwa saya masih beruntung dibandingkan dengan orang lain yang lebih menderita di luar sana. Meskipun sakit berat yang menghabiskan banyak uang, saya tidak kesulitan finansial. Meskipun saya sakit saya masih tetap bisa berjalan, melihat, meraba, dan lain sebagainya.

Sejak saat itulah, saya kemudian kembali menata masa depan. Saya hentikan obat-obatan dokter dan beralih ke herbal yang berfungsi sama. Saya juga melakukan terapi akupuntur dan terapi bahagia. Anda tahu terapi bahagia? Itu terapi yang saya buat sendiri dengan cara mengunjungi tempat-tempat yang saya suka, seperti pegunungan, pantai, permukiman kumuh, dan tempat wisata.tak harus mahal, yang penting saya bahagia. Sesekali saya cek perkembangan jantung saya. Saya pun mulai bekerja di bidang internet, sebab itu yang saya bisa lakukan dengan kondisi saya. Lewat situs-situs yang saya miliki, akhirnya saya bisa memperoleh jauh dari apa yang saya bayangkan, melebihi dari apa yang orang-orang umum dapatkan. Ternyata, bersama kesulitan itu ada kemudahan, sesuai dengan janji-Nya di kitab suci.

Apa yang saya alami dulu membawa saya kepada jalan yang lebih baik. Ternyata kunci utamanya iklas. Ada asa yang terus melangit untuk mengejar impian. Saya ingin orang-orang merasakan manfaat keberadaan saya, bahkan ketika saya telah tiada. Saya harus berbekal sisa waktu, yang entah akan diambilnya. Mengapa harus menyerah, jika kita berpeluang meraih surganya lewat penyakit kita?

Aku rindu…,

            Saat napasku tak perlu terengah-engah

            Saat kakiku membawa ke mana aku melangkah

            Saat udara mengisi bebas paruku

            Aku ingin…,

            Menembus hutan belantara

            Menyusuri lembah

            Melintasi samudera

            Aku ingin…,

            Menggapai bintang di angkasa

            Untuk kubawa ke mana pun aku melangkah

Muhammad Rohim

Probolinggo, 6 November 2019

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.
You need to agree with the terms to proceed

Menu